Kamis, 27 September 2012

Regulasi dan Globalisasi Media


Oleh: Siami Khadijah Maysaroh
Indonesia mengalami sebuah era perubahan sosial politik yang cukup mendasar. Kehidupan demokrasi yang sempat stagnan pada masa Orde Baru, mulai menunjukkan gairah kehidupan yang sebenarnya. Salah satu indikator yang menunjukkan sejauh mana demokrasi mulai bernafas dengan lega adalah indikator kebebasan pers atau media yang pada waktu Orde Baru mengalami pemasungan yang luar biasa. Kekuatan media yang seharusnya menjadi kontrol sosial dan politik justru menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bagian hegemoni negara yang sedemikian kuat. Tidak mengherankan apabila media massa pada waktu itu menjadi state apparatus, yang artinya bahwa media massa justru menjadi corong kebijakan otoriterianisme yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh rejim Orde Baru.
Situasi sebagian besar media massa Orde Baru yang sempat menjadi state apparatus tidak bisa dipisahkan dengan sistem kapitalisme di Indonesia pada khususnya atau dunia pada umumnya (Hidayat, Dedy. N., 2000, hal. 129-133). Tapi kenyataan bahwa industri media massa Orde Baru yang dipengaruhi oleh sistem politik-ekonomi yang berkembang saat itu, tetap kita tidak bisa menutup kenyataan bahwa media massa di Indonesia juga dipengaruhi oleh sistem kapitalisme media massa global pada waktu itu.

Pers dan Gerakan Mahasiswa


Oleh: Siami Maysaroh
Dalam konsepsi demokrasi, keberadaan pers/media massa sering disebut sebagai pilar keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Meski berada di luar sistem politik formal, keberadaan pers memiliki posisi strategis dalam informasi massa, pendidikan kepada publik sekaligus menjadi alat kontrol sosial. Karenanya, kebebasan pers menjadi salah satu tolok ukur kualitas demokrasi di sebuah negara. Pasca reformasi, pers di Indonesia mengekspresikan diri seakan baru keluar dari penjara selama 30 tahun lebih. Pembungkaman pers selama orde baru membuat pers tidak berperan sebagaimana mestinya.