Rabu, 29 Juni 2011

apa harus jadi 'Komunis' dulu??


oleh: Siami Khadijah Maysaroh

China dalam beberapa tahun terakhir ini mencapai lompatan kemajuan yang tinggi dibanding negara-negara lain. Negara-negara Barat maju lain yang hampir terseok-seok menghadapi krisis keuangan dan perkenomian dunia tak mampu membendung ekspansi China dalam menguasai pasar dunia. Bahkan Amerika Serikat sendiri begitu mengkhawatirkan perekonomiannya andai China mendevaluasi mata uang Yuan-nya beberapa waktu lalu.
Kemajuan China membuat negeri itu menjadi kekuatan perekonomian dunia yang baru yang selama ini didominasi oleh negara-negara Barat yang kapitalis dan anti komunis. Sistem perekonomian kapitalis yang selama ini didewakan oleh negara-negara Barat tak mampu membawa negara-negara tersebut keluar dari krisis perekonomian dunia dengan cepat. Kemajuan dan kekuatan China ditunjukkan pula oleh kekuatan mata uang Yuan China yang akan menjadi salah satu dari tiga mata uang utama dunia dalam perdagangan internasional tahun 2015 nanti setelah Dollar dan Euro. Bank-bank di Indonesia pun akan siap menerima Yuan untuk menggantikan Dollar AS dalam transaksi perdagangan ekspor-impor antara China dan Indonesia. Apa rahasia China hingga bisa semaju dan sekuat sekarang?
Resep rahasia sebenarnya tak dimiliki China. Sebagai negara penganut paham komunis, China terlebih dahulu memperkuat perekonomian dalam negerinya. Sistem perekonomian komunis yang diterapkan oleh China memang mendukung hal tersebut. Dalam sistem komunis, pembangunan ekonomi lebih ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata. Jadi, tak ada orang yang memiliki jumlah kekayaan yang berlebih dibanding dengan yang lainnya. Tak heran, di awal kekuasaan Partai Komunis China, banyak tuan-tuan tanah di China yang dirampas hak kepemilikannya atas tanah untuk dibagikan pada petani-petani lainnya. Semua itu dilakukan atas nama Partai dan pemerataan.
Ketertutupan China dan Pengucilan dunia atas China pun membuat negeri itu menjadi lebih berdikari. Rakyat dituntut untuk produktif dan kreatif demi mencapai kemandirian bangsa. Pemerintah pun tak lepas tangan, dia tetap memfasilitasi rakyatnya meski dengan cara-cara radikal dan banyak dicemooh negara-negara Barat. Salah satunya adalah memaksa rakyatnya untuk hidup hemat dan tak berlebihan.
China pun memobilisasi rakyatnya yang berjumlah besar untuk memenuhi kebutuhan perekonomiannya sendiri. Susah dan senang ditanggung bersama. Dunia luar pun hanya memandang China sebagai penindas dan pmembungkam rakyatnya sendiri. Semua itu dilakukan agar rakyatnya tak terkontaminasi dengan gaya hidup hedonisme yang dilancarkan negara-negara kapitalis Barat, China membendung arus informasi yang masuk ke dalam negerinya, terutama yang berasal dari Barat tersebut. Demikian pula dengan arus informasi dari China, tak banyak yang tahu informasi tentang China.
Namun ketertutupan China terhadap dunia luar itu tak berlangsung lama. Tahun 1978, China melakukan reformasi ekonomi dan keterbukaan pasar yang dipelopori oleh Deng Xiaoping. Dalam reformasi tersebut, China mulai membuka diri namun pemerintah China tetap melindungi sektor-sektor penting untuk dikuasai negara. Penguasa China sadar betul bahwa kemajuan ekonomi pasar tanpa campur tangan yang kuat dari pemerintah kelak akan menghancurkan ekonomi negaranya sendiri. Hal itulah yang terjadi pada negara-negara dengan sistem perekonomian yang dikuasai oleh institusi atau orang dari luar.
Dalam penegakan hukum pun China tak main-main. Para koruptor yang merongrong perekonomian negara dihukum mati. Walau korupsi tak berhasil tuntas diberantas namun buat orang berpikir berkali-kali untuk korupsi dan menerima suap. China berprinsip bahwa koruptor selain merongrong keuangan negara dan merugikan rakyat, dia juga menghilangkan wibawa pemrintah atau penguasa di mata rakyatnya.
Sejak reformasi tersebut, China mampu mencapai dan mempertahankan pertumbuhan perekonomiannya rata-rata 9.8% selama 3 dekade terakhir, tiga kali lebih besar dari rata-rata dunia, dan menobatkan China sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia. Bagaimana dengan Indonesia?
            Lalu apakah Indonesia harus menjadi Komunis dahulu baru bisa maju seperti Cina?? Saya rasa tidak harus seEkstrim itu. Pijakan yang kita junjung selama ini sudah cukup saya rasa, dengan Pancasila dan UUD 1945 coba kita bangun Indonesia seperti cita-cita pemuda bangsa selama ini. Jika tak bisa sampai cita-cita ini mugkin kehancuran menanti kita.
Atau, dari pada kita yang dihancurkan oleh keadaan,  lebih baik mungkin kita yang menghancurkan semua ini!! (hahaha..)


Rabu, 22 Juni 2011

Masyarakat Kita Sakit Saat Ini..

Oleh: Siami Khadijah Maysaroh
 
            Kalau dintanya tentang hukum, mungkin kata ‘kotor’ sudah tak asing lagi bersanding dengan kata hukum. Yah! Siapa saja ketika ditanya hukum, seketika mungkin akan berpandangan kecewa terhadap hukum yang ada di negara tercinta ini.
            Menurut Gustav Radurv, Hukum harus memiliki tiga nilai hukum, yaitu:
1.      Kepastian,
2.      Keadilan, dan
3.      Kemanfaatan.
Kepastian hukum, yaitu bagaiman hukum memperlakukan dasar-dasar yang dianut kedalam realita yang terjadi di masyarakat. Kemudian Keadilan hukum. Adil berarti tak pandang bulu siapa, dimana dan apa latar belakangnya. Ketika pelanggaran hukum terjadi maka hukum tetap menjerat dan berlaku baginya. Kemanfaatan hukum yang berikutnya. Maksudnya disini adalah bagaiman hukum memberikan sisi positif bagi pihak-pihak yang berada dalam lingkungan hukum tersebut.
Logikanya kenapa maling ayam dihukum dengan hukuman 3 bulan penjara, sedangkan koruptor yang korupsi lebih dari 2 M hanya dihukum 4-5 tahun penjara?? Apakah hukum seperti ini memenuhi nilai-nilai yang seharusnya ada dalam hukum?? Keadilan hukum dipertanyakan disisni. Kenapa koruptor tidak mendapat hukuman yang seharusnya. Pelaku maling ayam hanya merugikan korban setidaknya 3 sampai 5 orang, dan materi kurang dari Rp. 100.000,- dan mendapat hukuman 3 bulan penjara. Lalu koruptor? Sehrusnya mendapatkan hukuman seperti itungan si pelaku maling ayam. Silahkan dihitung jika koruptor maling duit rakyat yang lebih dari 10 juta jiwa dan materi 2 M lebih, belum termasuk keuntungan dari uang koruptor yang digunakannya. Dimana letak keadilan negeri yang katanya adiL ini??
Saya memang bukan simpatisan hukum tapi padangan ini sehrusnya dimilki oleh kita yang berada dalam lingkaran hukum yang sakit ini. Dalam pemenuhannya hukum harus memenuhi faktor-faktor pendukung pemenuhan nilai hukum. Baik itu dari Sutbansi Hukumnya, Struktur Hukumnya atau pun dari Budaya Hukum yang ada.
Berawal dari pandangan Subtansi Hukum yang lemah (yang didalamnya mencakup Suprastruktur Hukum seperti: DPR, PRESIDEN, MA dan aparat lainnya; Infrastruktur Politik yang ada seperti: Parpol, Golonganan kepentingan lain, hingga komunikasi politik yang ada; dan juga Masyarakat dalam hubunganya diberbagai bidang Sosial, budaya, ekonomi, ideologi, dlL), kemudian menghasilkan Struktur hukum yang bobrok didalamnya. Yang diperparah lagi dengan keadaan Kebudayaan hukum yang mendukung terjadinya kecurangan.
Saya memang bukan ahli hukum tapi padangan ini setidaknya dapt menjadi sapu lidi bagi para sampah yang merusak hukum bangsa ini. Pembangunan paradigma yang kesleo telah membuat keadaan hukum di Negara ini semakin merangkak bahkah tiarap. Dan ‘masyarakat yang sakit’ akan memperlancar keadaan bangsa yang telah terpuruk ini.
Dan iya, memang benar!! Masyarakat ikut menyumbangkan kehancuran leawat tindakan pemakluman dan pemaafan terhadap kecurangan hukum. Hingga hukum dinegri ini seakan terus menuju kearah kepentingan pemilik kekuasaan. Jika begini terpenuhi kah nilai-nilai hukum yang seharusnya ada??
Entah apa yang akan terjadi pada bangsa ini kedepan. Ketika peran penguasa dan pengawas hukum yang seharusnya menjadi tiang penegak hukum berjalan mencari celah-celah hukum agar bisa mlancarkan aksinya dalam pembodohan masyarkat. Menyedihkan..
Namun...
Berteriak tentang kesadaran hukum. Maka berperan dalam perbaikan hukum baik didalam maupun diluarnya. Berperan pula pada perbaikan budaya yang selama ini dianggap sebelah mata oleh masyarakat tertindas yang menjadi korban dari kecurangan tangan-tangan hakim yang kelaparan akan suap.
Berharap sebuah krisis kecurangan datang, dan kemudian kejahatan hukum itu akan tereliminasi dengan kebenaran yang mulai terkuak. Budaya-budaya politik yang menjamur pada tindakan negatif mulai malu pada kebenaran positif yang kita biasakan.
Kita semua!! Bukan hanya saya saja atau anda sendirian. Tapi kita bersama mulai mengubah budaya penyebab virus ‘masyarakat sakit’ menjadi masyarakat dengan kenyamanan Positif. Semoga Optimisme itu tetap ada dalam langkah doa masyarakat tangguh Indonesia.
Karena Indonesia belum lah sejahtera sampai saat ini.

Minggu, 12 Juni 2011

Soe Hok Gie


Sang Inspirasi Sejati

 

Sosok Soe Hok Gie sendiri dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu Yi dalam bahasa Mandarin (dialek Pinyin). Anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, ini sejak kecil amat suka membaca, mengarang dan memelihara binatang. Keluarga sederhana itu tinggal di bilangan Kebon Jeruk, di suatu rumah sederhana di pojokan jalan, bertetangga dengan rumah orang tua Teguh Karya. Saudara laki-laki satu-satunya Soe Hok Djien yang kini kita kenal sebagai Arief Budiman, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal sebagai seorang akademisi, sosiolog, pengamat politik dan ketatanegaraan yang kini bermukim di Australia. Sejak SMP, ia menulis buku catatan harian, termasuk surat-menyurat dengan kawan dekatnya.

Semakin besar, ia semakin berani menghadapi ketidakadilan, termasuk melawan tindakan semena-mena sang guru. Sekali waktu, Gie pernah berdebat dengan guru SMP-nya. Tentu saja guru itu naik pitam. Di dalam catatan hariannya yang kemudian dibukukan dalam Catatan seorang Demonstran, ia menulis: "Guru model begituan, yang tidak tahan dikritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau." Begitu tulis anak muda yang sampai hari ajalnya, tetap tak bisa mengendarai sepeda motor, apalagi mobil. Tulisnya lagi: “Gue cuma bisa naik sepeda, juga pandai nggenjot becak.”

Sikap kritisnya semakin tumbuh ketika dia mulai berani mengungkit kemapanan. Misalnya, saat dirinya menjelang remaja, Gie menyaksikan seorang pengemis sedang makan kulit buah mangga. Dia pun merogoh saku, lalu memberikan uangnya yang cuma Rp 2,50 kepada pengemis itu. Di catatannya ia menulis: "Ya, dua kilometer dari pemakan kulit mangga, ‘paduka’ kita mungkin lagi tertawa-tawa, makan-makan dengan istri-istrinya yang cantik-cantik. Aku besertamu orang-orang malang."

Gie melewatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Tahun 1962-1969 ia melanjutkan studinya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan ilmu sejarah. Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengritik tajam rezim Orde Baru. Ketika keadaan perekonomian di tanah air semakin tidak terkendali sebagai akibat adanya depresi perekonomian pada sekitar dekade enam puluhan yang mengakibatkan kemudian pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti pemotongan nilai mata uang (Sanering) yang menurut Gie hal ini akan semakin mempersulit kehidupan rakyat Indonesia .Ia kemudian masuk organisasi Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMSOS). Sementara keadaan ekonomi makin kacau. Gie resah. Dia mencatat: "Kalau rakyat Indonesia terlalu melarat, maka secara natural mereka akan bergerak sendiri. Dan kalau ini terjadi, maka akan terjadi chaos. Lebih baik mahasiswa yang bergerak." Maka lahirlah sang demonstran.

Mulai saat itulah hari-hari Gie diisi dengan berbagai aktivitas di dalam dunia pergerakan seperti rapat-rapat, demonstrasi, aksi pasang memasang ribuan selebaran propaganda, sampai dengan ancaman teror serta cacian dari penguasa karena aktivitas pergerakannya menjadi suatu hal yang lumrah bagi Gie, “Aku ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini, menyadari bahwa mereka adalah the happy selected few yang dapat kuliah dan karena itu mereka harus menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya. Dan kepada rakyat aku ingin tunjukkan, bahwa mereka dapat mengharapkan perbaikan-perbaikan dari keadaan dengan menyatukan diri di bawah pimpinan patriot-patriot universitas,” begitu tulisnya. Tahun 1966 ketika mahasiswa tumpah ke jalan melakonkan Aksi Tritura, Gie kemudian menggabungkan diri di dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) ia termasuk di barisan paling depan.

Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie memang bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.

Seperti yang telah diceritakan diatas, Gie adalah juga salah seorang tokoh kunci terjadinya aliansi mahasiswa-militer pada tahun 1966. Gie sendiri dalam buku Catatan Seorang Demonstran, menulis soal aktivitas gerakannya tersebut: "Malam itu aku tidur di Fakultas Psikologi. Aku lelah sekali. Lusa Lebaran dan tahun yang lama akan segera berlalu. Tetapi kenang-kenangan demonstrasi akan tetap hidup." Dia adalah batu tapal daripada perjuangan mahasiswa Indonesia. Batu tapal dalam revolusi Indonesia dan batu tapal dalam sejarah Indonesia. Karena yang dibelanya adalah keadilan dan kejujuran.

Tertulis di akhir kalimatnya, Jakarta, 25 Januari 1966. Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442 m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya: “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth.”

Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran-pikirannya tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian. Tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan meneruskan menjadi dosen di almamaternya.

Soe Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Beberapa tulisannya benar-benar tajam dan menohok pemerintah kala itu, sehingga seringkali ia mendapat ancaman dari berbagai pihak. Salah satu tulisannya yang terkenal adalah “Betapa Tak Menariknya Pemerintah Sekarang”, yang pernah dimuat di harian Kompas, 16 Juli 1969.

Dalam tulisannya, aktivis gerakan mahasiswa 1966 ini menyoroti kinerja kabinet di bawah Presiden Soeharto. Gie melihat adanya kesenjangan antara persepsi masyarakat luas dengan kinerja pemerintahan Soeharto saat itu.

Menlu Adam Malik yang bolak-balik ke luar negeri dipersepsikan masyarakat sebagai usaha untuk mendapat utang-utang baru dari negara donor. “Nama Adam Malik dapat diganti dengan nama Emil Salim, Widjojo Nitisastro, Presiden Soeharto dan seterusnya. Seolah-olah seluruh usaha diplomasi kita adalah diplomasi cari utang untuk kelangsungan hidup repulik kita yang sudah 24 tahun usianya,” tulis Gie.

Gie --saat itu-- menganggap pemerintah Soeharto yang baru dibentuk merupakan antitesis dari pemerintah Soekarno yang korup dan tidak berpijak pada realitas. Pemerintah Soekarno dan pemerintah Soeharto memiliki cita-cita yang sama besarnya dalam menyejahterakan masyarakat. Namun caranya berbeda. Dan di sinilah subjektivitas Hok Gie muncul. “Jauh lebih mudah membuat sebuah monumen dengan emas di puncaknya daripada membuat dan memperbaiki 1000 kilometer jalan raya,” katanya menyinggung proyek Monumen Nasional yang dibangun di jaman Presiden Soekarno.

Adik Arief Budiman ini juga melihat mispersepsi masyarakat terhadap kinerja kabinet muncul karena tidak adanya partisipasi sosial dan mobilisasi sosial yang dilakukan pemerintah. “Usaha Adam Malik dan kawan-kawan mencari kredit baru, menunda pembayaran utang-utang adalah bagian permulaan daripada usaha besar. Tetapi apakah pemuda-pemuda lulusan SMP di Wonosobo menyadari soal ini?”

Pemerintah yang pragmatis dan kegagalan komunikasi yang dimengerti masyarakat umum pada akhirnya gagal menimbulkan gairah dan sokongan kerja masyarakat. Masyarakat dijejali istilah rule of law, human rights, tertib hukum dari Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan bahkan Presiden Soeharto. Namun di lain pihak, setiap hari mereka mendengar oknum militer yang menampar rakyat, anak-anak penggede yang ngebut serta penyelundupan yang dilindungi.

Gie pernah berkata pada Arief, kakaknya, “Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian”.

Gie menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang-kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat-surat kaleng yang antara lain memaki-maki dia, antara lain, “Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja”. Ibu Gie sering gelisah dan berkata, “Gie, untuk apa semuanya ini. Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang”. Terhadap ibunya dia cuma tersenyum dan berkata, “Ah, mama tidak mengerti”.

Kemudian, Gie juga pernah jatuh cinta dengan seorang gadis. Tapi orang tuanya tidak setuju -- mereka selalu dihalangi untuk bertemu. Orang tua gadis itu adalah seorang pedagang yang cukup kaya dan Gie sudah beberapa kali bicara dengan dia. Kepada Arief, Gie berkata, “Kadang-kadang, saya merasa sedih. Kalau saya bicara dengan ayahnya si ***, saya merasa dia sangat menghargai saya. Bahkan dia mengagumi keberanian saya tanpa tulisan-tulisan saya. Tetapi kalau anaknya diminta, dia pasti akan menolak. Terlalu besar risikonya. Orang hanya membutuhkan keberanian saya tanpa mau terlibat dengan diri saya”. Karena itu, ketika seorang temannya dari Amerika menulis kepadanya: “Gie seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, Selalu. Mula-mula, kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus-menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka: sendirian, kesepian, penderitaan”. Surat ini dia tunjukkan kepada Arief. Arief menuturkan, “Dari wajahnya saya lihat dia seakan mau berkata: Ya, saya siap.”

Gie, berdasarkan kedudukannya dapat disetarakan dengan tentara yang kembali dari medan perang. Ia dipuji dan dielu-elukan rakyat, namun ketika sang tentara hendak mencari pasangan hidup, tentu orang tua sang wanita tak akan rela menyerahkan anak gadisnya untuk dinikahi sang tentara. Kenapa begitu? Biarpun yang ia lakukan itu benar dan berjasa besar, namun tindakannya terlaku berbahaya dan beresiko.

“…Kelompok yang berjaga-jaga mulai keluar dengan berpakaian serba hitam dan bersenjatakan pedang, pisau, pentungan dan bahkan senjata api. Rumah-rumah penduduk yang diduga sebagai anggota PKI dibakar sebagai bagian pemanasan (warming up) bagi dilancarkannya tindakan-tindakan yang lebih kejam. Kemudian pembantaian pun terjadi dimana-mana…” Tulis Gie dalam buku hariannya.

Gie adalah salah satu tokoh yang sangat menyoroti tragedi G30/S/PKI, tragedy yang sangat memilukan dalam sejarah kelam Bangsa Indonesia. Tapi tidak demikian halnya dengan pengungkapan reaksi balik yang tidak kalah biadabnya dari gerakan 30 September 1965 yang menimpa orang dituduh anggota dan simpatisan PKI. Pembantaian, pemberangusan, penghilangan lawan politik yang sungguh biadab dan diluar batas nilai-nilai kemanusiaan.

Cerita pembantaian massa PKI Bali ditulis oleh Robert Cribb, Soe Hok Gie serta tambahan laporan dari Pusat Studi Pedesaan Universitas Gajah Mada yang dicatat dari pemberitaan harian Suara Indonesia yang terbit di Denpasar. Juga ada dokumen dari Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat tentang penumpasan G30S/PKI di Bali. Cribb dan Gie mengawali catatannya untuk menggambarakan bagaimana brutal dan sadisnya pembantaian PKI di Bali.

Komandan RPKAD, Sarwo Edhi, yang pasukannya tiba pada akhir Desember 1965, dilaporkan pernah berkata, “Di Jawa kami harus menghasut penduduk untuk membantai orang-orang komunis. Di Bali kami harus menahan mereka, untuk memastikan bahwa mereka tidak bertindak terlalu jauh.”

Situasi di Bali dalam catatan Soe Hok Gie memang agak terlambat menerima komando untuk melakukan pembantaian. Elite-elite politik di Bali lama mengamati pertarungan yang terjadi di Jakarta dan menunggu siapa yang keluar sebagai pemenang. Banyak para keluarga di Bali yang kehilangan anggota keluarganya dalam Tragedi 65 melakukan ritual ini untuk menutup rapat tragedi menyedihkan tersebut.

Ada sebuah catatan kecil dari pemikiran Soe Hok Gie tentang konsep kebudayaan yang ada di buku hariannya ketika ia sedang berdiskusi dengan Ong Hok Ham yang dicatatnya pada tanggal 31 Desember 1962. Di sana dia menulis, ”Lihat di Irian Barat, telanjang, bercawat, tidak ada kebudayaan.”

Nampaknya waktu itu Soe Hok Gie masih terpengaruh ide yang berpendapat bahwa hal-hal yang masih primitif itu adalah hal-hal yang belum mengenal atau tersentuh oleh kebudayaan. Konsep yang sudah ketinggalan jaman pada waktu itu sebenarnya. Semoga saja pendapatnya ini berubah seiring dengan berjalannya waktu.

Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676 meter. Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya: “Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”

Dalam suasana yang seperti inilah Gie meninggalkan Jakarta untuk pergi ke puncak gunung Semeru. Pekerjaan terakhir yang dia kerjakan adalah mengirim bedak dan pupur untuk wakil-wakil mahasiswa yang duduk di parlemen, dengan ucapan supaya mereka bisa berdandan dan dengan begitu akan tambah cantik di muka penguasa. Suatu tindakan yang membuat dia tambah terpencil lagi, kali ini dengan beberapa teman-teman mahasiswa yang dulu sama-sama turun ke jalanan pada tahun 1966.

8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya: “Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.”

Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut. Gie tewas bersama rekannya, Idhan Lubis. Tanggal 16 Desember 1969, Soe Hok Gie yang berencana merayakan ulang tahunnya di puncak Mahameru menghembuskan nafasnya yang terakhir karena terjebak gas beracun.

24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango


 In Memorian S0e H0k Gie

Kamis, 09 Juni 2011

Mahasiswa sebagai pahlawan masyarakat

oleh : Siami Khadijah Maysaroh
                Pahlawan, ini adalah kata yang tidak asing lagi terdengar oleh telinga kita. Pahlawan adalah warga negara yang telah meninggal dunia. Telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, perjuangan politik atau perjuangan dalam bentuk lain, mencapai/merebut/mempertahankan/ mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Atau, orang yang telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang menunjang pembangunan bangsa dan negara. Namun ada juga yang mengatakan, pahlawan adalah orang yang telah menghasilkan karya besar yang medatangkan harkat dan martabat bangsa indonesia. Pengabdian dan pejuangannya berlangsung hampirsepanjang hidupnya, tidak sesaat dan melebihi tugas yang diembannya. Perjuangannya memiliki jangkauan luas dan berdampak nasional. Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi. Pantang menyerah pada lawan ataupun musuh dalam perjuangannya. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang merusak nilai perjuangan.
Mahasisiwa, sebuah gelar kehormatan yang ditafsirkan dengan banyak arti. Ada yang mendiskripsikan mahasiswa sebagai calon ilmuan, ada juga yang mendiskripsiskan mahasiswasebagai calon pekerja. Itulah mahasiswa dengan berbagai tapsiranannya. Lalu apa sebenaranya hakokat mahasisiwa?
Kalaulah kita mau mengelompokan status masyarakat kedalam dua kelompok ekstrim, maka akan muncul dua kelompok yang sangatlah berbeda, yaitu:
1.       Kelompok pertama adalah kelompok kelas bawah
Kelompok ini di wakili oleh para buruh, petani, pengangguran dan semua orang yang ditindas. Mereka memang tertindas tetapi tidak bisa meneriakan penderitan yang mereka alami. Keterbatasan jenjang pendidikan yang merka miliki telah menjadikan mereka menjadi diam.
2.       Kelompok kedua adalah masyarakat kelas atas
Mereka diwakili oleh para pejabat, pengusaha, pemborong dan semua pemilik modal. Misalnya, dapat menjalankan usaha produksinya dengan mempekerjakan buruh dengan upah yang tidak sesuai.*
Itulah masyarakat, ada kelas atas dan ada kelas bawah. Jika memang demikian adanya marilah kita (sebagai mahasiswa) untuk memilih diantara keduanya. Menjadi masyarakat kelas atas atau kelas bawah.
                Ternyata kita tidak bisa memilih antara keduanya. Posisi kita tidak berada pada kelas atas ataupun kelas bawah. Kita ada diantara keduanya. Kita adalah panyambung  lidah pada kedua kelas ini. Posisi ini sangat menguntungkan kita. Sebaga orang yang berbekal intelektual kita dapat berkomunikasi pada kelas atas. Dan sebagai orang yang tidak sepenuhnya berada pada kelas atas, ternyata kita dapat diterima dengan mudah di masyarakat kelas bawah. Itulah modal kita yang kita gunakan untuk berkomunikasi pada kedua kelas tersebut.
                Modal itulah yang kemudian menggerakan mahasiswa untuk mengkomunikasikan suara orang-orang yang tidak tersampaikan. Modal itulah yang kemudian menjadi tanggung jawab bagi mahasiswa dan tanggung jawab itulah yang menggelitik saraf kepedulian mahasiswa yang kemudian memunculkan pertanyaan tentang hakikat mahasiswa. Apa gerakan dalam drama percaturan gerakan mahasiswa.
Jika generasi muda dahulu telah menorehkan sejarah pada masa pergerakannya. Maka kini adalah giliran kita. Abad ke 20 adalah abad yang sulit memang, dimana bangsa ini telah banyak mengalami kepedihan dan luka mendalam dikarenakan bencana dan ujian yang datang bergitu banyak tanpa kasihan.
Kita tidak sedang mengulang gerak-gerik 1908 atau menurunkan presiden layaknya 1966 dan 1998, karena itu bukanlah esensi. Tapi yang harus kita lakukan dalah menjadi pahlawan bagi masyarakat kelas bawah. Memperjuangkan hak yang tidak mereka dapatkan dan menjadi pengawas bagi mereka kelompok kelas atas. Karena esensinya dari gerakan mahasiswa adalah memperjuangkan keadilan ditanah air tercinta ini.

Literasi Media (kita demo di media!!)


oleh: Siami Khadijah Maysaroh

Media literacy dikonsepkan sebagai “the ability to access, analyse, evaluate and create messages across a variety of contexts” menyebutkan bahwa media literacy adalah ketrampilan untuk memahami sifat komunikasi, khususnya dalam hubungannya dengan telekomunikasi dan media massa. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian.
Lalu apa hubungannya dengan pergerakan mahasiswa?? Terlebih diranah partisipasi politiknya??
Mungkin sebuah stamen dapat menjawab pertanyaan diatas. Bahwa: “Bukankah seharusnya media menjadi ‘anjing penjaga’ masyarakat tentang keberadaan pemerintah. Bukannya menjadi ‘anjing peliharaan’ pemerintah untuk mengombang-ambingkan masyarakat”. Jelas dikatakan media adalah sebagai literasi perkembangan masyarakat dibidang apapun.
            Dan ini yang menjadikan kita harus berpikir lebih kritis lagi untuk bagaimana caranya agar media yang menjadi icon penggerak perkembangan isue dan penyebaran asumsi pemikiran pada masyarakat sejalan dengan pergerakan mahasiwa. Dari analisis pergerakan mahasiswa yang saya amati akhir-akhir ini terjebak pada pemberitaan media yang tak satu tubuh pada tujuan gerak mahasiswa. Seperti misal aksi demo selasa lalu yang memprotes vonis bebas murni gubernur Agusrin M. Najamudin setelah sebelumnya divonis sebagai terdakwa kasus korupsi Dana bagi hasil PBB/BPHTB sebesar 21.3 Milyar Rupiah. Dalam pemberitaanya di sejumlah media massa, yang menjdi headline dari pemberitaan bukanlah kejanggalan atas vonis yang dijatuhkan. Namun aksi bentrok mahasiswa dan polisi yang menjadi malah disebarkan oleh pemberitaan Lokal kita. Tak ada satu pun media massa yang mengekspose permasalahan aspirasi mahasiswa yang menuntut kasasi serta peninjauan ulang atas vonis yang dijatuhkan pada terdakwa korupsi Agusrin M. Najamudin yang blum dipenuhi oleh pihak pemerintahan.
            Masih kah netral media kita hari ini?? Jelas tidak. Lalu kenapa masih berdiam pada pemberitan yang demikian. Beranjaklah pada metode pergerakan baru. Dengan menjadikan kita, ‘Mahasiswa’ sebagai media bagi masyarakat. Sebagai pembanding bagi masyarakat atas isue dan informasi yang selama ini berkembang. Masyarakat adalah jantung peradapapan kita. Ketika virus pesimisme yang dijejalkan oleh media menggerogoti asumsi mereka maka selamanya mereka akan berada dalam pengendalian media yang secara terang-terangan berpihak pada pemerintah.
            Sebuah Teori dalam komunikasi ‘use gravitation’ dan ’agenda setting’. Dimana menjelaskan ‘use gravitation’ adalah bagaimana masyarakat yang emnjadi penentu akan kebutuhan yang mereka inginkan pada media sedang ’agenda setting’ yaitu bagaimana media yang menentukan akan kebutuhan masyarakat. Teori ini harus berdiri seimbang agar tidak terjadi ketimpangan akan kebutuhan informasi kedepannya.
            Dan berpkirlah kita bagaimana menjadi seorang mahasiswa yang tidak terjebakk oleh  media! Menjadi mahasiswa yang bersaing dengan media sebagai jurnalis bagi masyarakat. Jika ingin menjadi penguasa dunia, maka kuasilah media. Jika ingin melawan ‘penguasa’ maka jadilah media ‘penguasa’.

Kini Tinggal Menunggu Tabir yang Mulai Terbuka


Oleh: Siami Khadijah Maysaroh

Sudah tak asing lagi mungkin perkara hukum dan politik yang kian lama kian memanas dikalangan warga Bengkulu. Bukan hanya kalangan Bengkulu bahkan kasus tua ini telah menyebar menjadi isu Nasional.
Korupsi, yang membuat bumi Raflesia ini terkenal dikalangan wajah Nusantara, dengan Predikat Ke-3 pemegang Juara Korupsi Terbesar Di Indonesia, setelah Jakarta dan Irian Jaya.  Provinsi Bengkulu sudah semenjak 2006 silam mengalami masalah pada hukum daerah terkait kasus korupsi yang menyeret nama Gubernur Agusrin Maryono Najamudin.
Dugaan kasus itu bermula dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD Provinsi Bengkulu tahun 2006, berdasarkan hasil audit BPK itu ditemukan penyalahgunaan dana bagi hasil pajak (PBB dan BPHTB) senilai Rp21,3 miliar. Seharusnya dana sebesar itu disimpan di rekening Bank Bengkulu atas nama kas umum daerah, tetapi dialihkan ke rekening Bank BRI Bengkulu.
Pengalihan dana sebesar itu berdasarkan surat Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin No.900/2228 /DPD.I tanggal 22 Maret 2006 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan (Menku). Perihal penambahan nomor rekening daerah untuk menampung dana bagi hasil PBB dan BPHTB. Padahal Kantor Pelayanan PBB Bengkulu pada 15 Juni 2006 belum dapat memproses penambahan rekening karena belum adanya tanggapan dari Menku. Sedangkan dana tersebut tetap harus dikelola dalam rekening Kas umum daerah Provinsi Bengkulu.
Temuan BPK itu kemudian ditindak lanjuti oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu dan menetapkan Kepala Dispenda Chairudin sebagai tersangka yang kini sudah divonis selama satu tahun penjara oleh PN Bengkulu. Dalam persidangan tahun 2008 lalu, Chairudin mengaku bahwa seluruh pengeluaran uang yang dilakukannya atas pengetahuan dan persetujuan gubernur.
Perbuatan melawan hukum itu dilakukan Agusrin, karena dana bagi hasil pajak tidak dimasukan ke kas daerah, melainkan ke penampungan sementara guna mempermudah pengambilan dana tersebut dan tidak perlu izin DPRD. (Antara; Minggu, 14/06/2009)
Namun semenjak bergulirnya kasus ini dimeja hukum, penyelesaian perkara hukum ini terkesan santai. Baru setelah sekian lamanya  berkutat dengan alasan dan pengalihan-pengalihan masalah kasus ini mulai ditangani oleh pihaknya. Tetapi penanganan kasus di Bengkulu ini terasa aneh dan janggal, hanya tersangka tunggal Kadispenda Provinsi Bengkulu.  Elemen masyarakat Provinsi Bengkulu melapor ke KPK dan Kejagung. Hasilnya Kejagung menetapkan Gubernur Bengkulu “Agusrin ST” sebagai tersangka pada 28 Agustus 2008.
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan JamPidsus No: Print-45/F:/Fd.1/08/2008. Kejagung mengurus dan mengirim surat kepada Presiden RI :
1.      Surat Izin Pemeriksaan
2.      Surat Izin Penahanan
Presiden RI hanya mengeluarkan Surat Izin Pemeriksaan yang lama keluarnya yaitu pada 19 November 2008. Surat No:R-72/PRES/11/2008. Perihal tindakan penyelidikan terhadap Gubernur Bengkulu.
Begitu ditetapkan sebagai tersangka Gubernur Bengkulu “Agusrin ST” (Ketua Partai Demokrat Provinsi Bengkulu), mendadak akan melaksanakan ibadah haji. Walaupun sudah jadi tersangka beliau mendapat izin ke haji dari Mendagri.  Tanggal 24 November Kejagung memanggil tersangka Gubernur Bengkulu. Tetapi ditunda karena akan ibadah haji.
Baru pada 30 dan 31 Desember 2008, Gubernur Bengkulu Agusrin ST diperiksa Kjagung. Tetapi Kjagung tidak dapat menahan beliau karena sampai dengan tanggal pemeriksaan tersebut surat izin penahanan dari Presiden tidak ada atau belum turun.
Untuk menjaga stabilitas politik di Bengkulu, pihak Kejaksaan Agung Bengkulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Agung agar kasus Agusrin diadili di PN Jakpus. Surat ini mendapat respons dari MA dengan keluarnya Surat Keputusan Mahkamah Agung MA RI No. 057/KMA/ SK/IV/2009 pada tanggal 28 April 2009. SK ini menunjuk PN Jakpus untuk memeriksa dan memutuskan perkara korupsi dengan tersangka Agusrin M Najamudin. Surat dari MA juga dapat diartikan bahwa kasus ini sesungguhnya telah siap dilimpahkan pada proses pengadilan. Pada Juni 2009 JamPidsus Marwan Effendy menyatakan, berkas akan dilimpahkan awal Juli 2009 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Bataviase.co.id; Jumat, 24/12/2010)
Semua pihak jelas bertanya, keterlambatan atas pengusutan kasus ini,  sebenarnya ada apa? Padahal kejaksaan agung sejak Juni 2009 menyatakan bahwa berkas perkara Gubernur Bengkulu telah dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat pada awal Juli 2009. Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu pada akhir September 2009 menyatakan sidang Gubernur Bengkulu tersebut masih menunggu penyusunan surat dakwaan oleh jaksa utama di Kejagung.
Dugaan kepentingan kekuasaan yang menjadi faktor yang mempengaruhi tertundanya proses hukum Gubernur Bengkulu jelas berkaitan dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang mensyaratkan Kepala Daerah yang tersandung hukum harus dinonaktifkan dan diserahkan pada wakilnya.
Kebijakan tersebut berkaitan dengan kepentingan kekuasaan yang memberikan keuntungan financial bagi kepala daerah, diantaranya setoran illegal untuk kelulusan Tes Pegawai Negeri Sipil, proyek APBN dan APBD.
Sementara itu, pernyataan Gubernur Bengkulu di Media yang menyatakan lebih cepat lebih baik untuk proses hukum yang melibatkannya, pada hal tersebut bertentangan dengan permintaan penundaan secara tertulis yang diajukan penasehat hukum Agusrin M. Najamudin. Adanya penundaan tersebut, menunjukkan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia. Untuk mendesak proses hukum terhadap Gubernur Bengkulu dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku dalam waktu dekat pihaknya juga mendatangi Kejaksaan Agung RI mempertanyakan komitmen dan tindakan lanjutan proses hukum Gubernur Bengkulu, Agusrin M. Najamudin dalam kasus korupsi yang sebelumnya mendudukkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu, Chairudin sebagai Terdakwa.
Kemudian kasus ini berlanjut pada Sidang pembacaan tuntutan terhadap Gubernur Bengkulu Non Aktif, Agusrin M. Najamudin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2011), yang menyatakan hukuman  penjara selama 4 tahun enam bulan ditambah denda Rp 500 juta, subsidair enam bulan kurungan. Atas tuntutan yang dijatuhkan JPU tersebut, Agusrin melalui Kuasa Hukumnya, Marthin Pongrengkun mengajukan pembelaan atau pledoi yang dibacakan pada persidangan Selasa (26/4/2011).           
            Hingga pada Mei (25/2011) Persidangan dilanjutkan oleh PN Jakpus dengan putusan vonis Gubernur Non Aktif Bengkulu, Agusrin M. Najamudin Bebas Murni. Sontak putusaan ini menimbulkan Pro dan Kontra Diberbagai Pihak. Adanya Aksi yang digelar Oleh Kalangan Mahsiswa dari Universitas dan OKP serta pihak Kontra Agusrin menjadi bukti bahwa putusan tersebut mengecewakan. Tersangka yang sebelumnya mendapat hukuman selama 4 tahun dan enam bulan ditambah denda Rp 500 juta, kemudian dinyatakan Bebas Murni.
            Tapi siapa sangka aksi dari pihak Kontra ini mendapat balasan aksi dari pihak Pro Agusrin, yang menyatakan dukungan atas putusan vonis bebas murni yang dijatuhkan pada Agusrin M. Najamudin. Terkait dengan rencana JPU yang akan mengajukan kasasi, mereka menyatakan agar Kajati tidak terintervensi massa yang kontra terhadap vonis Agusrin. Aksi yang digelar pada Minggu (29/2011) lalu ini sengaja digelar sebagai aksi penyambutan atas kepulangan Agusrin ke Bumi Raflesia.
            Berita ini tak bertahan Lama. Jum’at (03/2011) Lalu satu berita mengagetkan kembali datang. Hakim Syarifuddin, yang merupakan ketua majelis hakim yang memutuskan Agusrin Najamuddin tidak bersalah dalam kasus korupsi dana pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan senilai Rp 21,3 miliar ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima suap terkait kasus kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). Ia juga dikenal sebagai hakim yang membebaskan 39 terdakwa kasus korupsi.
ICW melihat setidaknya ada 12 kejanggalan dalam vonis bebas untuk Agusrin oleh hakim Syarifuddin yang disebut ICW sebagai hakim S. "Ada 12 poin kejaggalan dalam penanganan perkara korupsi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas terdakwa Gubernur Bengkulu Agusril," kata penelici ICW Tama Satrya di kantor ICW, di Jakarta, Minggu (5/6/2011).
12 kejanggalan itu adalah sebagai mana dimuat pada inilah.com (Jum’at, 03/06/2011) berikut:
1.        Putusan terdahulu AN Chairudin di Pengadilan Negeri Bengkulu tentang keterlibatan Gubernur dan kerjasama untuk membuka rekening khusus di Bank BRI Bengkulu tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim. Padahal perbuatan Agusrin dan Chairudin diyakini secara bersama-sama melawan hukum dan bersama-sama telah merugikan keuangan negara.
2.        Keterangan ahli BPK dan BPKP dalam hal perhitungan kerugian negara sama sekali tidak dijadikan pertimbagan oleh hakim. Padahal, sesuai hasil perhitungan BPK no 65/s/I-XV/07/2007 menunjukan adanya kerugian negara dalam kasus tersebut setidaknya Rp 20.162.974.300.
3.        Saksi-saksi yang memberatkan Agusrin, seringkali dicecar bahkan seolah dipojokkan dalam persidangan oleh hakim.
4.      Agusrin melakukan pengerahan masa dalam proses persidangan yang sisinyalir merupakan upaya untuk mengintimidasi.
5.        Bukti surat asli no : 900/2228/DPD I tanggal 22 Maret 2006 yang ditandatangani oleh Agusrin tidak menjadi pertimbangan oleh hakim. Justru tanda tanggan Agusrin yang di-scan oleh Chairuddin dijadikan dasar bahwa surat Agusrin dipalsukan, padahal Jaksa dapat menunjukan surat asli yang ditanda-tangani oleh terdakwa.
6.        Dalam upaya pembuktian yang dilakukan Jaksa, seringkali perkataan Jaksa dipotong oleh hakim S. Hakim S terkesan marah dan memotong penjelasan jaksa penuntut dengan suara keras.
7.        Bukti foto tumpukan uang yang diterima oleh ajudan Agusrin tidak diperhitungkan oleh hakim. Foto itu diambil Chairuddin yang menunjukan bahwa ajudan agusrin, Nuim Hayat menerima uang dari yang bersangkutan di Bank BRI Kramat Raya.
8.        Adanya bukti dana penyertaan modal dari Bengkulu Mandiri (BUMD) kepada perusahaan swasta yang kemidian dikembalikan ke Kas Daerah sebagai bentuk pengembalian kerugian negara. Padahal ada bukti yang menunjukan ada mufakat untuk menarik uang sebesar Rp9.179.846.000 dengan peruntukan Rp 2.000.000.000 membagun pabrik CPO PT SBM dan sisanya Rp7.179.846.000 dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
9.        Agusrin menyetujui modus menutup temuan penyimpangan BPK sebesar Rp 21,3 miliardengan cara makukan investasi saham melalui PT Bengkulu Mandiri kepada PT SBM dan PT BBN.
10.    Agusrin melakukan proses pengembalian dana secara fiktif pasca temuan penyimpangan oleh BPK. Modusnya membuat bukti pertanggungjawaban seolah-olah ada pembelian steam boiler seharga Rp4,5 miliar.
11.    PN belum menyerahkan putusan kepada penuntut umum, sehingga penuntut umum kesulitan membuat memori kasasi.
12.    Tertangkapnya hakim S di dalam dugaan suap perkara pailit PT SCI menguatkan kecurigaan adanya praktik mafia hukum dalam kasus Agusrin. Pasalnya selain tindakan hakim diluar kewajaran dalam proses-proses persidangan, KPK menyita sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing yang patut dicurigai dari perkara-perkara yang pernah bersangkutan tangani.
Dari kejanggalan-kejanggalan tersebut, Komisi Yudisial (KY) tengah menelaah dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim Syarifudin Umar saat menjatuhkan vonis bebas kepada Gubernur non aktif Bengkulu Agusrin Najamuddin.
     Dan hingga saat ini pengusutan tengah dilakukan mengingat kasus besar ini telah begitu lama memakan waktu penuntasannya. Sebagai mana diberitakan diberbagai Media Lokal maupun Nasional, kasus yang telah memakan waktu kurang lebih lima tahun perjalanan ini akhirnya akan menemukan titik terang juga.
           Tinggal menunggu kembali, apakah kejanggalan-kejanggalan yang ada merupakan bukti dari kejahatan mafia politik yang tersembunyi ataukah menjadi tabir yang semakin meyakinkan bahwa hukum negara ini memang milik kaum penguasa.

'ingat impian manis peri kecil nan manja'

oleh: Siami Khadijah Maysaroh


aku masih mengenang impian satu tahun yang lalu..
impian seorang murid SMA yang baru lulus dan bersiap menginjakan kaki di dunia Universitas..
impian si peri kecil yang telah beranjak dewasa pada pencapaiannya..
dalam kondisi yang tak mudah bagi sebagian anak mungkin, mengalami konflik keluarga dan intrik lain di dunia remaja ku..tetap pada pencapaian ku yang tlah lama kuimpikan..
bagaimana nekadnya seorang ami, berjuang tegar hingga kekota bakpia..
sendiri?? jelas tidak, aku melangkah bersama do'a dan kepercayaan terbesar mama & papa..bermodal surat rekomendasi dari sekolah, aku mengembarakei kota bakpia..
begitu bersemangadh!! impian itu seakan tlah erat dalam genggaman tangan..
begitu jelas untuk kuraih, dan optimis membanjiri hangatnya semangadh jiwa yang terobsesi impian..


aku melangkah PD memasuki ruang tes, membaca soal dan menjawabnya dengan yakin..
tak susah memang, karena semua memang tlah kupersiapkan dengan baik..
lalu beranjak pada wawancara dan tes bakat sebagai penunjang kemampuan ku disana..
keyakinan ini tumbuh, dan benar-benar subur menjadi sebuah impian yang mulai terwujud..
aku pun kembali berada dalam lingkaran mimpi peri kecil ..
jatungku berdebar menunggu hari kepastian mimpi ini..
seminggu kemudian aku kembali kekampus dipo, mencari nama dalam rentetan daftar nama yang kutunggu..
satu per satu ku berharap hingga nama yang terakhir tak kutemukan nama ku,,
kembali ku perhatikan, kali ini lebih ku cermati..


tak ada!!benar-benartak ada!
aku tertunduk dan terdiam, impian ini akankah hanya sebatas mimpi??
entah, bagaimana kecilnya pencapaian ini..
aku gagal dalam kesempatan pertama yang ku dapat..


tapi, duliar sana..
teriakan orang2 istimewa dalam hidup, kembali memotivasiku..
aku bangkit dalam kekecewaan ku, dan kembali beradu dalam pencapaian yang lain dalam mimpi ku..
aku trus belajar, semua kupersiapkan dengan baik,,
lebih baik dari sebelumnya, karena kali ini busur tlah siap memanah sasaran yang sebenarnya..
impian menjadi seorang arsitek kembali berada dalam gantungan hias didinding kamar..
aku kembali berkutat dengan pencapaian ini..
kota bakpia benar-benar menjadi saksi atas perjuangan peri kecil toek meraih mimpinya..apa yang kudengar!!bukan!! bukan kabar gembira toek jadi arsitek namun kabar gembira lain dari  kota raflesia..
entah apa!!! dan aku harus memilih!!memilih dalam perjuangan pencapaian tertinggi, atau memilih kepastian dalam pencapaian???
dilema kembali melanda ku..
teriakan itu tak lagi konsisten!!
teriakan itu menuntutku kembali pada peraduan raflesia..
dan perjuangan ku mulai melemah seketika..
dihadapkan pada pilihan yang benar-bena sulit untuk ku..


dan aku kembali pada gantungan mimpi yang tergantung indah didinding kamar ku..
ku tatap lekat-lekat impian itu, dan terbayang manisnya peri cantik yang mememang sketsa sebuah rumah nan megah..
begittu maniiss!!namun bayangan lain mengusik, bayangan manis2 orang2 istimewaku melambai padaku.
seakan menariku dari impian manis yang kuimpikan,,
menawarkan impian lain yang entah patutkah kusebut impian atau tidak!!dan ini kembali membuat ku dilema..hingga akhirnya pa spada hari ke 20 dikota bakpia,,
aku memutuskan kota raflesia sebagai peraduan mimpi ku..
aku tertawa kering kali ini,, (ha ha ha)benarkah ini mimpi peri kecil itu??mimpi peri kecil yang ingin mengenakan setelan elegan dengan sketsa mahal ditangan???
dan ini keputusan berat bagiku, entah terbaik atau bukan aku tak tau..


namun inilah kenyataan mimpi peri kecil yang manis..
hanya berharap berakhir dalam peraduan yang manis di pencapaian nya..
semoga begitu nanti!!!karena memang pasti akan ada indah pada waktunya nanti..(entah kapan itu kuraih!!!)

impian peri manja kini tertatih..

oleh: Siami Khadijah Maysaroh


aku boleh mempertanyakannya bukan???
karena aku benar-benar terkejut sekarang!!

entah apa yang membuatku terseret dalam lembah ini..
terseret karena entah kini tertatih kembali dalam pencariannya..
aku yang dulu tak hirau akan dunia panas kekuasaan..
kini harus rela terendam dalam panasnya rebusan menggelak polemik kuasa..

bukan mengeluh atau protes dengan jalan yang kujalani saat ini..
namun wajar kan bila ku pertanyakan ini??
aku yang sama sekali tak pernah kena percik kekuasaan mengerikan semasa sekolahku..
aku yang tak pernah terkena tetesan kewenangan menjijikan oleh keluargaku..
aku yang tak pernah! sama sekali tak pernah berada dalam lingkungan kepentingan kaum pengusa semasa remaja ku..
lalu kini menetas dalam telur polemik kekuasaan jubah kaum priyayi, dalam jalanku beranjak menjadi sempurna..

entah rencana indah apa yang Kau persembahkan untuk ku Malik!!
yang pasti kini ku bertanya pada perjuangan sains 12 tahun lalu..
yang besar pada rangkak matematis dan ragam biologisme..
berpadu dalam racik kimia dan eksperimen gila seorang siswa...
tercela dalam kepastian eksak!!
tak ada polemik sosial mengusik..
statis selalu pada pijakan ku yang begitu bulat!!

namun kini..
lihatlah aku!! pandang sosok egois yang tak pernah ingin mengalah pada teori2 tak teruji..
tatap aku yang dulu tak pernah mengalah walau hanya nol koma sekali pun...
aku yang selalu tertawa atas kemenangan puji para penatap mata..
kini harus berada dalam lingkaran yang sama sekali tak pernah kubayangkan..
sekup dalam yang menarikku pada aktivitas isuuee dan konflik sosial..

aku ami!!
yang tak pernah hirau akan dunia polemik memusingkan..
yang bahkan untuk meliriknya pun ku enggan!!
kini berada didalamnya..

yah!!
benar jika kini ku terbelalak pada posisi sakral sang pecinta angka ini..
benar jika ku sedikit tertatih pada pijakan masalah yang begitu kompleks ini..
aku kembali dilahirkan menjadi bayi tanpa tau apapun!!
bayi polos atau bodoh pun aku tak tau!!
yang pastii kini aku bingung dan menatap sayu bayang ku dicermin masa lalu..

ini bukan impian ku!!
ini bukan cita-cita masa kecil ku dulu..

dan ini bukanlah lukisan peri kecil yang ingin menjadi bidadari putih dalam istana berpalang biru..
bukanlah teriakan hebat sang penyelamat dalam kursi berbalut senyum..


lalu kenapa ini Kau jadikan tempat pencuci atas impian besar gadis pengharap mimpi..
salahkan bila kini ku bertanya pada Mu,,
mau Kau bawa kemana impian gadis manja ini??
sanggupkah peri kecil ini berada dalam istana putih lain yang berisi palang keemasan itu??

'ini bukan cerita si peri kecil!'

oleh: Siami Khadijah Myasaroh


Aku ingin kembali pada kekosongan sejati..
Kekosongan yang mulanya adalah awal dari semuanya..
Aku ingat betul!!!
Sampai saat ini aku bertahan karena keadaan yang membuatku seperti ini..
Tapi tak selamanya seperti ini..
Aku ingin hidup lebih cepat dari kalian, menggapai surga ku lebih dulu didepan kalian..
Karena penat dengan banyak kebejatan menjijikan dunia ini..
Tak bisa menikmati indahnya bayangan tangan Tuhan dalam mimpiku..
Bukan berarti aku menyerah pada keadan kelam yang kau ciptakan..
Aku tetap akan jadi pemenang dalam permainan ini..
Permainan roda putar mu tetap tak menyurutkan serpihan api yang kini memanas..
Jangan dulu tersenyum wahai yang mengaku penguasa keabadian..
Karena setan pun tak tau jalannya kehidupan yang kini kau kuasai..


lebih  baik menjadi kiri dari pada harus berjalan tunduk pada rantai yang menyiksa..
Menjadi pemberontak lebih menyenangkan kurasa,,
Dari pada harus tidur dibawah ketek busuk seorang yang mengaku penguasa dunia..
Aku tak akan menjadi anjing yang mengonggong pada ketidak adilan negri yang sengaja kau munculkan..
Tapi aku akan menjadi rayap yang menghabisi rongga-rongga kekuasaan hitam mu..
Kenapa harus menjadi singa, kalo aku sanggup membuat lebah menyerbu persembunyian dosa mu..
Ini bukan gertakan cengeng anak ingusan bung!!
Sadar ku membuatmu roboh dalam pertahanan rapuh mu..
Tak kan abadi tiang yang kau banggakan selama ini..
Tiba saatnya kau jatuh dalam sungai susu yang kau buat..


Bolehkah aku tertawa dalam tekanan berat yang kau percikan pada jelata yang melata???
Karena dosamu begitu menggelitik urat nadi yang mengalir pada darah kebencian..
Ini bukan dendam, tapi ini memang pembalasan atas kubangan yang kau hadirkan..
Busuk dan menjijikan!!
Aku muak dengan semua ini..
Bosan aku pada teriakan yang tak pernah kau hiraukan..
Wajah anggkuhmu belum bisa melepas tegangnya urat kecemasan dari dada pendosa mu!!
Ini akan tetap menjadi nasklah dalam perjalanan indahnya nanti..
Hingga gumpalan mendung menjadi indahnya pelangi dipuncak kejayaan..


Pencapaian ku hanya pada geraman gumpalan kotor kah??
Kau salah!! Silahkan berceloteh dengan raungan pembelaan licik mu..
Karena aku akan tetap mencekik leher penindasan ini..
Selamanya sebelum ku temukan keadaan baik yang membuat umat tersenyum..
Tak akan pernah memberimu ruang untuk bernapas, pada kekuasaan yang kau buat menjijikan...
Aku pun tak bangga membuatmu terpuruk dan meringkik dalam pengadilan hati yang memberontak!!
Hanya saja sedikit tersenyum atas wajah palsu yang terpasang hina di kotak tak berbingkai..


Hanya sejatinya sejahtera yang sebenarnya ingin ku gapai..
Yah!! Pencapaian ini kan terhenti bila kata itu tlah berhasil tercipta..
Tercipta manis dan terpelihara dalam naskah perjalanan dunia yang mulai membusuk ini..
Ingat kah kau akan tanaman yang subur kau tanam dengan benih racunmu???
Itulah makanan mu di rumah singgah selanjutnya..
Selamat menikmatinya dan bersiaplah pada kemegahan siksa yang tlah kau siapkan..


Kami kan tetap pada pencapain diam yang tak diam pada kebisuan kabut kuasamu..
Terlalu hina jika mengalah pada pendosa sepertimu..
Karena lebih baik menjadi perampok kebenaran, dari pada harus mengemis pada keadaan najis ini!!