Oleh: Siami Khadijah Maysaroh
“dunia bergerak dengan cepat dan tengah mendekati titik nadinya.”Pernyataan
Uskup Agung Wuifstan dalam khotbahnya di New York tahun 1014 tersebut sepertinya masih layak
untuk menyebut perkembangan zaman sekarang. Berkaitan dengan hal itu, tentu
saja berkaiytan dengan suatu perubahan yang sangat mencolok, yaitu globalisasi.
Kemudian timbul sebuah pertanyaan,
Mengapa kemudian dengan globalisasi? Appadurai mendefinisikan bahwa
globalisasi adalah terciptanya dunia yang tanpa batas. Tak berbeda dengan Giddens
yang menyebutnya bahwa masyarakat kita dewasa ini adalah masyarakat “pengembara
dalam ruang dan waktu.” Lantas, apabila dianalogikan globalisasi terjadi
tak lain karena adanya sebuah perkembangan teknologi. Ini berarti kehidupan sekarang berkembang dibawah
pengaruh ilmu, teknologi, dan pemikiran rasional yang berasal dari Eropa pada
abad 17 hingga abad 18-an.
Perkembangan teknologi atas dasar
pemenuhan kebutuhan ini menjadi pendukung atas berkembanganya dunia global saat
ini. Yang kemudian setelah melalui tahapan panjang, sampailah pada suatu
perkembangan yang semakin inovatif dan canggih. Hingga sekarang berbagai
peralatan teknologi media digital
dapat dengan mudah ditemukan dimana-mana dengan harga yang mulai terjangkau.
Dan menurut hemat kami, kesemuanya itu pada intinya sampailah pada satu titik
simpul yang bermuara pada sebuah revolusi teknologi komunikasi dan teknologi
informasi.
Namun demikan, dalam fenomena
tersebut dimana kita berada didunia ini tidak lah sendirian, adanya
perkembangan teknologi seperti media digital ini, akan sentiasa selalu
berhubungan dengan mereka yang berbeda pendapat tentang adanya pekembangan
media digital ini. Bagi kaum fundamentalis, tentu saja adanya pekembangan media
digital ini sangatlah manganggu dan berbahaya. Akan tetapi, bagi kaum
kosmopolitan hal ini akan disambut baik dan menerimanya dengan tangan terbuka.
Sedangkan bagi kaum moderat, mereka lebih mempunyai cara berpikir yang
holistik. Selalu melihat dari sisi positif
dan negatifnya.
Fenomena pesatnya perkembangan media
digital akan membawa dampak yang
signifikan. Pada arus ini, dalam realitasnya akan membawa ke sutau kelompok
yang akan terkotak-kotakan. Namun, apabila dikaitkan dengan pesatnya
perkembangan media digital sebagai salah satu faktor dalam fenomena globalisasi
adanya pembagian-pembagian kelompok dan kepentingan pun akan ikut mengikuti
peristiwa ekstrim pada banyak hal yang memepengaruhi kehidupan.
Hal ini pun terjadi pada negara baru yang mulai
tumbuh, yaitu Indonesia. Negara teramah ini memang memiliki latar belakang yang
berbeda atas berkembangan media dalam pemajuan informasi dan pemenuhan hiburan
masyarakan bangsanya. Menurut hemat kami Indonesia mengalami sebuah era
perubahan sosial politik yang cukup mendasar. Kehidupan demokrasi yang sempat stagnan
pada masa Orde Baru, mulai menunjukkan gairah kehidupan yang sebenarnya. Salah
satu indikator yang menunjukkan sejauh mana demokrasi mulai bernafas dengan
lega adalah indikator kebebasan pers atau media yang pada waktu Orde Baru
mengalami pemasungan yang luar biasa.
Kekuatan media yang seharusnya
menjadi kontrol sosial dan politik justru menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari bagian hegemoni negara yang sedemikian kuat. Tidak mengherankan apabila
media massa pada waktu itu menjadi state apparatus, yang artinya bahwa
media massa justru menjadi corong kebijakan otoriterianisme yang dikembangkan
dan dipraktekkan oleh rezim Orde Baru. Kenyataan memang jelas bahwa industri
media massa Orde Baru dipengaruhi oleh sistem politik-ekonomi yang berkembang
pada saat itu. Dan tetap pula bahwa kita tidak bisa menutup kenyataan bahwa
media massa di Indonesia juga dipengaruhi oleh sistem kapitalisme media massa
global pada waktu itu.
Ketika Indonesia mengalami perubahan
sosial politik, rupanya imbas perubahan sosial yang terjadi juga dialami oleh
industri media massa di Indonesia. Proses transisi demokrasi di Indonesia
mempunyai daya tarik tersendiri. Penguatan peran media dalam kehidupan sosial
semakin dirasakan sebagai faktor positif perubahan sosial di Indonesia.
Meskipun, penguatan peran dan aktivitas media setelah “lengsernya” Soeharto
juga mempunyai dampak negatif.
Tapi yang jelas, telah terjadi
perubahan iklim ketidakbebasan menjadi kebebasan yang sempat “dirayakan” oleh
para pelaku industri media di Indonesia.
mantabb!!
BalasHapus